Dalam satu sisi umat Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah di Indonesia, warga NU kalau mau dipersempit lagi, itu memegang teguh terhadap hadist Nabi yang meriwatkan bahwa umat Islam akan tepecah menjadi 73 golongan dan hanya satu yang selamat. Siapa satu ini? Yaitu mereka yang berpegang pada Nabi dan sahabat Nabi. Dalam riwayat lain, disebutkan bahwa Ahlussunnah-lah yang dimaksud dengan golongan satu yang selamat.
Satu sisi, memang orang-orang sunni berpegang pada satu hadits tersebut.
Tetttt.
Paling tidak dalam 1-2 minggu terakhir, umat islam di Indonesia diramaiakan oleh dua berita, khsususnya di dunia maya. Satu berita tentang Wahhabi dan satu berita tentang Syi’ah. Walaupun awalnya di dunia maya, tapi masya allah betapa kuatnya pengaruh dunia maya dalam menggiring opini publik.
Pertama; sekiatar satu mingguan yang lalu beredar kisah KH. Azizi Hasbullah yang sowan kepada Mbah Maimoen Zubair. Mbah Maimoen dawuh kepada ke Kyai Azizi bahwa Wahhabi itu bukan kafir, tapi mereka hanya berdosa, sedangkan orang yang berdosa itu yaghfiru liman yasya’ wa yu’azdzdibu man yasaya’. Jadi dari hasil sowan tersebut dapat diartikan jangan merasa lebih benar dari pada Wahhabi.
Kedua; beberapa hari yang lalu, beredar pernyataan Syaikhul Azhar tentang persaudaraan Sunni dan Syi’ah yang harus diperkuat dan jangan dibuat dipertegang terus. “Hentikan konflik Sunni dan Syi’ah! Kalian bersaudara”, pesan Grand Syaikh. Lewat forum di MUI juga Grand Syaikh berpsesan,”berhatil-hatilah! Jangan mudah mengkafirkan sesama muslim!
Tettt. Tetttt.
Mbah Maimoen sebagai salah orang petinggi NU (ormas tebesar sunni) berpesan untuk jangan mengakfirkan Wahhabi. Grand Syaikh sebagai petinggi Al-azhar,bahkan petinggi Sunni Dunia, berpesan untuk jangan mengakfirkan Syi’ah. Di Indonesia, mungkinkah Sunni, Syi’ah, dan Wahhabi bersatu?
Toettt. Toettt.
Terlepas dari pro-kontrannya, Prof. Dr. Quraish Shihab (pakar tafsir Indonesia) menulis sebuah buku yang berjudul “ Sunnah-Syi’ah saling bergandengan! Mungkinkah? Intinya lewat buku tersebut, belliau memebrikan kemungkinan bahwa sunni dan Syi’ah bisa saling bergandengan.
Terlepas dari pro-kontranya pula, Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Ya’kub (pakar hadist Indoensia) menulis sebuah buku berbahasa arab yang berjudul “ Al-Wahhabiyyah wa Nahdlatul Ulama; Ittifaqun fil Ushul (Titik Temu Wahhabi dan NU Dalam Hal Ushul)”. Intinya pula, beliau melalui buku tersebut memaparkan berbagai titik temu dan persamaan anatara NU dan Wahhabi.
Bisakah Sunni, Syi’ah, dan Wahhabi bersatu?
Tettt. Tettt.
Dalam wesbite-nya, KH. M. Idrus Ramli (pakar Aswaja) menuliskan hasil wawanacara dua orang wartawan kepada beliau. Tulisan tersebut berjudul “NU-Wahabi Bersatu, Mungkinkah?
Di akhir tulisan tersebut, beliau memang mengungkapkan bahwa Wahabi itu bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Wahabi itu sesat dan menyesatkan. Hanya saja, Syiah lebih sesat dari Wahabi. Ini seperti yang ditegaskan oleh mayoritas ulama madzhab yang empat, termasuk HadlratusySyaikh KH Hasyim Asy’ari dalam Risalah-nya.
Tapi di awal tulisannya tersebut, beliau ketika beliau ditanya,” Apakah mungkin Nahdlatul Ulama bersatu dengan Wahhabi?”. Beliau menjawab,” pertanyaan Anda ini lucu. Sebab sebenarnya Islam telah menyatukan semuanya. Ahlussunnah Wal-Jama’ah Islam, Wahabi Islam, Syiah juga Islam. Jadi Islam telah menyatukan mereka. Hanya saja kemudian mereka dikotak-kotakkan dan dipisahkan oleh banyak perbedaan baik dalam masalah-masalah ushul (akidah) maupun dalam masalah-masalah furu’ (fiqih). [Tentu saja, Syiah masih dianggap Islam, selama mereka tidak menistakan para istri Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak mengakafirkan sahabat dan tidak meyakini kepalsuan al-Qur’an)”.
Wallahu a’lam bish-showab.
Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 26 Februari 2016
0 komentar
Posting Komentar