Blogroll

Jumat, 15 April 2016

EKSPERIMEN BERDOA DI MULTAZAM


Ada sebuah kisah dari guru saya tentang kemustajaban doa di multazam. Tapi lupa lengkap ceritanya dan lupa tentang siapa saja yang terlibat dalam kisah ini. Walaupun begitu, insya allah pesan kisah akan tetap tersampaikan. Selanjutnya pula digunakan nama-nama yang bukan aslinya, alias bukan nama sebenarnya.
Multazam adalah bagian dari Ka'bah yang mulia diantara hajar aswad dan pintu ka'bah. Sebagaimana maklum bahwa multazam adalah salah satu tempat di tanah harom yang apabali berdoa di sana, maka doa sangatlah mustajab.
Alkisah, ada seorang yang sedang melaksanakan ibadah umroh, sebut saja namanya Zaid, bukan naman sebenarnya. Zaid juga tahu bahwa berdoa di multazam itu sangat mustajab. Zaid ingin mencoba berdoa apakah kalau berdoa di sana apakah benar mustajab. Maka berdoalah Zaid sambil memegang tangan wanita tidak dikenal, sebut saja namanya Hindun, bukan nama sebenarnya. Dengan memegang tangan Hindun, Zaid berdoa,” Ya Alloh, siapapun wanita yang sedang saya pegang tangan saya ini, jadikanlah dia menjadi istri saya”. Begitulah doa yang dipanjatkan Zaid. Zaid berdoa seperti itu tentu tanpa sepengetahuan orang yang dipegang tangannya itu, Hindun.
Saat zaid memegang tangan Hindun, Hindun juga tidak kenal siapa yang memegang tangannya itu. Hindu kesal dan risih, sehingga Hindun-pun berdoa berucap,” Ya Allah, siapapun orang yang memegang tanganku ini, semoga tangannya hilang”. Begitu doa Hindun atas orang yang memegang tangannya itu. Hindun juga berdoa seperti itu tentu tanpa sepengetahuan orang yang memegang tangannya itu, Zaid.
Waktu demi waktu, Zaid terkena sebuah kasus. Kasus yang sampai di bawa ke pengadilan. Sanksi untuk Zaid terkait kasusnya itu adalah Zaid dipotong tangannya. Terpotonglah dan hilanglah tangan Zaid. Berarti doa Hindun di multazam saat itu telah dikabulkan oleh Allah.
Lalu bagaimana dengan kabar doa Zaid? Hindun itu bukan wanita gadis. Ia sudah menikah dengan seorang laki, sebut saja namanya Amar, bukan nama sebenarnya. Namanya juga suami-istri, pasti tetap saja ada masalahnya. Sampai saatnya, kehidupan suami-istri anatara Amar dan Hindun tersandung sebuah masalah. Masalah besar. Masalah yang sampai menjadikan Amar menthalaq Hindun dengan thalaq tiga. Maka terthalaqlah Hindun.
Sebagaimana ketentuan dalam fiqh terkait thalaq tiga, Amar tidak bisa beristri kembali dengan Hindun yang telah terthalaq tiga, kecuali Hindun telah dinikahi dengan orang lain yang disebut dengan muhallil, tentu juga setelah melalui masa ‘iddah. Nah, ternyata juga Amar dan Hindun berkeinginan bisa berpasangan suami-istri lagi. Maka mereka berdua mencari muhallil untuk menikahi Hindun yang kemudian nanti muhallilnya diminta menceraikan. Setelah itu, diharapkan Amar bisa kembali menikah dengan Hindun.
Dicarilah muhallil untuk keperluan itu. Amar-pun menemukan siapa yang pantas untuk menjadi muhallil itu, yang tidak lain adalah temannya sendiri. Ternyata teman yang dipilih untuk menjadi muhallil adalah Zaid yang telah terpotong tangannya dan yang dulu pernah berdoa di multazam memintakan wanita yang dipegang tangannya menjadi istrinya saat itu. Mantaplah Amar menjadikan Zaid sebagai muhallil.
Tanpa Zaid mengetahui bahwa Hindun yang akan dinikahinya adalah wanita yang pernah didoakan menjadi istri dan tanpa Hindun tahu bahwa Zaid yang telah terpotong tangannya adalah laki-laki yang pernah didoakan hilang tangannya, tanpa sepengetahuan itu, akad nikah antara Zaid dan Hindun terjadi. Resmilah mereka menjadi pasangan suami-istri, walaupun cuma direncanakan Zaid sebagai muhallil yang akan menceraikan Hindun kembali.
Eh, ternyata malah Zaid dan Hindun saling jatuh cinta. Sampai pada waktunya Amar datang meminta Zaid menceraikan Hindun supaya nanti bisa dinikahi Amar kembali. Karena sudah saling mencintai, Zaid dan Hindun tidak mau dipisahkan. Zaid tidak mau menceraikan Hindun dan Hindun tidak mau diceraikan Zaid. Amar mau bagaiman lagi, akhirnya dia mundur dan pasrah. Zaid dan Hindun tetap menjadi suami-istri.
Berkeluargalah Zaid dan Hindun sebagaimana suami-istri layaknya. Sampai saatnya keduanya saling bercerita tentang doa keduanya di multazam saat itu. Zaid bercerita bahwa ia pernah berdoa meminta supaya wanita yang dipegang saat itu menjadi istrinya. Hindun bercerita bahwa ia pernah mendoakan supaya orang yang memegang tangannya saat itu hilang tangannya. Kapan mereka berdoa? Kedua-pun bercerita yang mana mereka berdoa seperti itu dalam waktu yang bersamaan. Akkhiya sama-sama saling dikethuai bahwa wanita yang dipegang tangannya oleh Zaid dan didokan menjadi istrinya adalah Hindun telah menjadi istrinya itu. Orang yang memegang tangan Hindun dan didoakan hilang tangannya adalah Zaid yang telah hilang tangannya dan telah menjadi suaminya itu.
Semoga kita semua diberikan kemampun untuk dapat bertamu menjadi tamu Allah di Makkah dan Madinah, amin. 


Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 9 Januari 2016

0 komentar

Posting Komentar