Blogroll

Featured 1

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 2

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 3

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 4

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Featured 5

Curabitur et lectus vitae purus tincidunt laoreet sit amet ac ipsum. Proin tincidunt mattis nisi a scelerisque. Aliquam placerat dapibus eros non ullamcorper. Integer interdum ullamcorper venenatis. Pellentesque habitant morbi tristique senectus et netus et malesuada fames ac turpis egestas.

Selasa, 19 April 2016

Syaikh Yasin Padang dan Kebiasaan Merokoknya

Dalam kitab nazhatul afham fima ya'tari ad-dukhon minal ahkam karya Syaikh Ahmad Dahlan Pacitan (w:1329) disebutkan bahwa kebiasaan merokok itu dapat mengurangi muruah (kehormatan) seseorang. Itu mungkin tidak begitu berlaku di Indonesia. Terkadang di Indonesia, tetap saja orang walalupun merokok itu tetap mempunyai kehormatan di hadapan orang lain.

Tapi tidak untuk Negara-negara arab. Di sana merokok bisa benar-benar mengurangi kehormatan seseorang di hadapan orang lain. Kata dosen saya di kampus-cie mahasiswa-, ulama arab kalau dia merokok itu sangat tidak dihormati oleh orang lain. Ulama yang seperti itu akan benar-benar turun kehormatannya di mata orang lain.

Masih kata dosen saya-cie mahasiswa lagi-, kecuali syaikh yasin, seorang ulama asal Padang Indonesia dan mukim di Makkah yang mempunyai kebisaan merokok. Beliau memang sangaaat alim. Beliau bukanlah perokok ringan. Beliau itu perokok berat. Tapi entah apa, walaupun beliau mempunyai kegemaran merokok beliau tetap dihormati semua orang dan ulama-ulama dunia. Tetap banyak orang yang mau menimba ilmu dari beliau. Bahkan beliau disebut dengan Musnid ad-dunya dan  Suyuthiyyu Zamanihi. Itu yang kata dosen saya. Cie mahasiswa.

Kisahnya dari Habib Husein Ibn Alwi Bin Agil yang megajar tafsir setiap minggu di pondok Mergosono Malang. Beliau berkisah tentang Syaikh Yasin ketika sesi dahar setelah ngaji di mergosono. Kisahnya seperti yang telah distatuskan oleh Gus Shampton.

Habib Husein Ibn Alwi Bin Agil berkisah bahwa Syaikh Yasin yang kesehariannya suka memakai kaos oblong dan kalau berpeci pecinya miring miring mda karuan itu suatu hari karena kealimannya dibidang hadits didatangi ulama ulama al Azhar Mesir. Saat sampai dikediamannya, ulama ulama Jamiah Al Azhar yang datang dg pakaiam kebesarannya itu bertanya kepada seorang tua berkaos oblong yg sedang menikmati sissa,dimana seikh Yasin?

Orang tua itu berkata :" diatas" sambil menunjuk lantai atas rumahnya dengan pandangan tak peduli.

Sesampai di lantai atas yang ditemui hanyalah seorang tukang sapu yg sedang menyapu. Ulama Mesir yang memang baru mengenal Seikh Yasin dari karya karyanya dan belum tahu wajahnya itu kemudian bertanya pada tukang sapu itu; "dimana Syeikh Yasin?" 
Tukang sapu itu balik bertanya :"lho tadi dilantai bawah bertemu siapa?"

Salah satu dari ulama itu menjawab: "seorang tua berkaos oblong yg sedang menikmati sissa" Tukang sapu itu tersenyum dan berkata: " beliau itu orang yang anda cari, beliau Seikh Yasin alFadani."

Rombongan ulama al Azhar itu melongo, takjub pada kesederhanaan ulama nusantara itu.

Lanjut ke sumber video yang beredar di youtube. Syaikh Ali Jumu'ah pernah berkisah tentang Syaikh Yasin, “ ada banyak pendapat tentang mengenai hukum rokok. Kita mendengar riwayat hadits dari Syekh Yasin al-Fadani. Beliau membaca hadits sambil merokok, "kami mendengar hadits dari Al-Abbas (kemudian menghisap). Huuuuurrr,, dari Hasan al-Masyyath (huuurrr....)."
Beliau meriwayatkan hadits sambil merokok Syisyah (rokok arab). Beliau berkata, "saya meriwayatkan dari 700 penduduk dan ulama Mekah".. sambil menghisap rokok (kuuurr) Setiap hari menghisap rokok. Radiyallahu 'anhu. Beliau musnid dunia.

Hukum merokok memang masalah khilafiyyah. Ada yang mengatakan mubah, haram, dan makruh. Sehingga memuncul statmen bahwa merokok itu dapat mengurangi kehormatan dan kewibawaan seseorang. Tapi tidak bagi Syaikh Yasin. Walaupun beliau perokok perat, tapi beliau tetap terhormat dan berwibawa di mata orang lain, baik awam maupun ulama. Mungkin itu karena begitu alimnya beliau. Beliau punya ribuan guru dan lalu mempunyai ribuan atau bahkan puluh ribuan murid. Lahul fatihah.

Sretttttttt. 

Ketika presentasi di kelas kuliah- cie mahasiswa-, saya menceritakan perihal Syaikh Yasin yang suka merokok tapi tidak menguragi ke-tsiqahan beliau, seorang teman nyletuk, koe iki perokok yo ngomong ngono, koe bangga due bolo perokok ulama yooo, dibuat ndukung rokokmu, iyo kan?. Hehe. Saat itu maupun saat ini, sumpah tidak niat seperti itu. Tidak sedang mencari dukungan. Murni ingin bercerita sajaa.  Hehe. 
_________________________

Oleh: Indirijal Lutofa

Malang, 20 April 2016

Antara Islam Nusantara, JIN, dan JUN

Ada suatu kisah, ketika putra Kyai Maimoen, Gus Ghofur menikah diadakan terbangan. Lalu ketika Gus Najih, juga putra Kyai Maimoen, datang beliau menyuruhnya untuk dihentikan. Lalu datanglah Kyai Maimoen seraya berkata: “Kok meneng-menengan?” “Tidak boleh sama Gus Najih, Kyai.” Jawab mereka. Kemudian Kyai Maimoen dawuh: “Teruskan, Najih itu kyainya orang arab.” Rebana lalu ditabuh lagi, dan Gus Najih pun keluar.
Mbah Maimoen itu kyainya orang nusantara. Hehe.
Monggo sholawatan ala Islam Nusantara dulu. Tek dung, tek dung, tek, tek dung dung, tek, tek dung. Ya robbi sholli 'ala muhammad. Tek, tek, dung, tek, dung. Ya robbi sholli 'alaihi wa sallim. Dung, tek, dung, dung.
JIN dan JUN, sinetron dulu di waktu kecil yang menjadi salah satu acara favorit TV. JIN dan Islam Nusantara. Sebagian orang yang benci terhadap pemikiran Islam Nusantara menggolongkan orang yang sepakat dengan Islam Nusantara itu bagian dari JIN, yang berarti Jemaat Islam Nusantara. Istilah JIN muncul karena anggapan mereka bahwa pemikiran Islam Nusantara itu produk pemikiran JIL. JIL dan JIN. Mungkin biar gokil gitu.

Lalu gimana JUN? JIN dan JUN. JIN itu jamaahnya, sedangkan JUN itu para tokohnya. Apa itu JUN? JUN merupakan kepanjangan dari Jaringan Ulama Nusantara. KH. Maimoen Zubair itu termasuk JUN. Hehe.
________________________________

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 11 september 2015

Kisah Alm. KH. Ach. Masduqie Mahfudz dan Kepala Preman

Bismillah. Sebagaimana diceritakan oleh Gus Is, bahwa Abah Masduqie dalam berdakwah tidak hanya di kalangan pesantren, majlis-majlis ta'lim yang sudah baik, kampus, ataupun yang lain. Namun beliau juga berdakwah di tempat-tempat maksiat dan mau mendatanginya. Seperti halnya beliau pernah berdakwah di salah satu lokalisasi tempat perzinaan di Malang, yaitu di lokalisasi Kebalen.
Dari itu, sehingga beliaupun mendapatkan simpati dari para preman dan pencopet di Malang. Suatu saat beliau pernah di undang untuk mengisi pengajian oleh kepala preman di rumahnya sebagaimana kisah yang diceritakan oleh NU online berikut ini.
Suatu hari KH Masduqi Mahfudz (alm. Rais Syuriyah PBNU) diundang oleh kepala preman dan pencopet di Malang agar memberi pengajian di rumahnya.
Seusai pengajian, KH. Masduqi Mahfudz bertanya kepada kepala preman itu, "sampeyan itu kan preman dan pencopet, kok ngundang saya untuk memberi pengajian?” Sang preman menjelaskan, “begini kiai, walaupun saya ini preman dan pencopet, saya tetap ingin beribadah. Ngaji itu ibadah kiai, lha nyopet itu kerja. Ngaji ya ngaji kyai, kerja ya kerja. Jangan dicampur-campur!”

Kiai Masduqi Mahfudz tertawa dengan keras ketika menceritakan peristiwa tersebut. Katanya, sang kepala preman dan pencopet itu telah menerapkan faham sekularisme meskipun tingkat lokal. 
____________________________

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada15 juli 2015

Senin, 18 April 2016

Curhat dan Ngedalong Tentang Perjalanan Tulis-Menulis

Nulis artikel dapet 3-4 paragraf, lalu nggak jadi. Nulis buku dapet beberapa halaman, lalu ggak jadi. Nerjemahin kitab, baru dapet beberapa saja, nggak jadi lagi dan gagal. Lomba LKTI, konsultasi dosen, sampai ke dekan dan kajur, lalu nggak jadi dan gagal. Gagal dan gagal terus. Gagal. Gagal.
Tahun 2010 sampai 2015, cuma dua kali sukses. Itupun cuma dalam lingkup pesantren. Dua artikel yang berjudul "Biografi Singkat Nabi Muhammad SAW dan Implementasi Hijrah dalam Kehidupan Modern". Dua artikel panjang yang ditulis dengan sistem kebut semalam (SKS). Ditulis dengan ambisi supaya bisa diterkenal dan mendapat hadiah duit. Dua-duanya suksess, nggondol juara satu semua.
Lalu yang gagal. Banyak sekaliii. Mulai dari yang baru dapet judul, baru setengah, atau sudah rampung. Mulai dari artikel "Kursi Jabatan Dalam Kacamata Islam", penulisan rampung, namun gagal dalam hal publikasi tulisan. Lalu buku kompilasi artikel Prie GS. Sebuah buku yang disusun bersama satu orang teman. Selesai disusun. Sudah buat surat permohonom kepada penerbit LKiS. Siap diprint. Eh, eh, malah file kema virus. File hilang dan gagal mengirimkan naskah ke penerbit.
Lalu ada lagi buku "Satu-satunya Astronot Yang Sampai Sidrotul Muntaha", sebuah judul yang terinspirasi dari mau'idzoh khasanah seorang kyai dan akan membahas tentang keajaiban isro' mi'roj Nabi. Udah dapet beberapa referensi dan nulis juga dapet beberapa halaman. Namun berhenti, dan gagal lagi. Gagal maning son.
Dan masih ada buku mengulas tentang berbicaranya ilmu nahwu dalam hal keilmuan di luar ilmu nahwu. Seperti cara sex menurut ilmu nahwu, cara berteman, bercinta menurut ilmu nahwu, cara istikhoroh menurut ilmu nahwu, sujud sahwi menurut ilmu nahwu, dll. Buku yang lumayan kreatif aslinya, karena menggali dan berfikir sendiri, serta mengaitkan ilmu nahwu dengan ilmu lainnya tanpa ada kontradiksi di antara keduanya. Kreatif dan inovatif banget lah. Dapet sekitar belasan materi, berhenti dan gagal maning.
Lalu ada LKTI, berusaha ikut serta. Sempat Berproses untuk menulis dengan judul "Tradisi Ciuman Sebelum Nikah di Tegal Dalam Kacamata Sosiologi-Antropologi Hukum Islam", Revitalisasi Peran MUI Dalam Menghadapi MEA" dan yang satu "Kreativitas Produk Perbankan Syari'ah". Yang pertama sudah sampai konsultasi sama satu dosen dan pak dekan FS. Yang kedua sampai konsultasi sama pak kajur PBS. Dan yang terakhir sudah mengahadirkan sarjana bahasa inggris untuk kepentingan bahasa. Semuanya guagalllll.
Dan lain sebagainya. Wekaweka. Kawekawe.
Mau ngomong apapun atau nulis apapun, asalkan rajin membaca sebelum ngomong dan menulis pasti hasilnya mudah, lancar, top-markotop, dan jos-gandos. Tanpa membaca pasti nggak tahu apa-apa. Kalo nggak tahu apa-apa, apa yang mau omongkan? apa yang mau dituliskan?
Jangan sampai apa yang diomongkan atau dituliskan melebihi apa yang diketahui.
Mendengarkan dan atau membaca. Lalu bicarakan dengan orang lain dan tuliskan. Kemudian publikasikan.
__________________________

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebooknya pada 7 Mei 2015


Mengormati, Ngalap Berkah, dan Mengambil Imu dari Mereka



Bismiilah. Bagaimana sikap kita ketika kita dihadapkan orang seperti berikut?
Pertama: Habaib yang ilmu dan kelakuannya tidak begitu baik. Terkadang ada seorang habib yang sungguh kelakuannya jauh dari kebagusan nasabnya,. Tapi jelas bahwa mereka adalah keturunan Nabi Muhammad. Maka dengan seorang habib seperti ini, kita harus tetap nukharrimu (menghormati).
Kedua: Seorang sholih amalnya yang mana keilmuannaya tidak begitu baik. Terkadang ada seorang kyai membaca kitab sungguh sangat kacau dalam hal tatanan i'robnya dan semacamnya. Tapi sungguh ia sholih, mustajab doanya, air putih yang telah dibacakan surat al-fatihah saja bisa menjadi perantara atas segala penyakit, sholatya panjang dan lama, zdikir dan wiridnyapun banyak dan lama. Nah, dengan orang yang semacam ini kita nabarroku (ngalap berkah).
Ketiga: Seorang yang 'alim yang pengamalannya tidak sebanyak ilmunya. Terkdang juga ada seorang kyai jago sekali ketika membaca kitab dan menjelaskannya, baca kitab apa saja dengan memakai kitab gundulan, disuruh bahtsul masail top markotop. Tapi ternyata amal sholihnya tidak sebanyak ilmunya. Dengan orang seperti ini, kita nata'allamu (belajar), kitab ambil ilmunya.
Tetap hormati habaib walaupun ilmu dan kelakuannya tidak sebagus nasabnya. Tetap ngalap berkah berkah dengan orang sholih, walaupun keilmuannya tidak begitu bagus. Tetap ambilah ilmu seorang 'alim, walaupun pengamalannya tidak sebanyak ilmunya.
Wallahu a'lam bish-sowab.
======================
Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun faceooknya pada 20 juni 2015


Minggu, 17 April 2016

KH. Achmad Masduqie Mahfudz dan Pengalaman Shalawat Beliau

KH. Achmad Masduqie Mahfudz mempunyai pengalaman bagus dari tentang shalawat Nabi. Pada tahun 1956, pada waktu itu beliau masih menjadi murid SLTA di Jogjakarta. Suatu ketika beliau habis berkelahi dengan jin di sebuah masjid di Gandean, beliau kalah. Karena kalah, beliau selama tiga hari rasanya tetap ingin makan, tapi tidak bisa buang air. Di hari ke empat, tubuh beliau sudah panas sekali. Di hari ke empat itu, beliau juga sempat pesan ke adiknya bahwa nanti kalau mati jangan dibawa pulang ke jepara dan dikubur di Jogja saja. Beliau berpesan begitu, karena beliau datang ke Jogja itu niatnya mondok. Kalau nanti beliau wafat di Jogja dan dibawa pulang ke Jepara dan dikubur di Jepara, maka nanti hilang syahid-nya.

Ketika itu adik beliau berkata,” mari kita pergi ke kyai itu, kyai yang mas biasa ngaji di hari ahad”
Lalu beliau menerima ajakan adiknya. Pergilah beliau bersama adiknya dengan naik becak dan sampai di rumah pak kyai sudah jam satu malam. Pintu rumah kyai masih terbuka. Tapi jam segitu pak kyai sudah tidak bisa melayani tamu, karena kebisaan kyai ketika sudah lewat jam 10 malam, kyai sudah khusus ibadah kepada Allah saja. Masduqie muda-pun tertidur di rumah kyai itu. Baru saja jam 3 malam, beliau terbangun terasa mau buang air di rumah pak kyai itu. Setelah itu, puaslah beliau karena sudah bisa buang air.
Pagi hari, jam tujuh, beliau bisa ketemu dengan pak kyai. Badan beliau saat ketemu pak kyai panas sekali. Beliau berkata kepada pak kyai,” pak kyai, saya sakit”. Pak kyai hanya tersenyum. Ketika pak kyai tersenyum itu, panas beliau hilang.
Pak kyai dawuh,” mas, sampean gendeng mas”
Kok gendeng yai?”, tanya Masduqie muda
“Iya, wong bukan penyakit dokter, sampean kok bawa ke dokter, ya uang sampean habis. Pokoknya kalau sampean pengin sembuh, sampean tidak boleh pegang kitab apa saja”, jawab kyai.
Jangankan baca, pegang saja tidak boleh. Padahal pada saat itu, Masduqie muda dua bulan lagi akan mengikuti ujian akhir.
“ Yai, dua bulan lagi saya ujian, lho gimana saya kok enggak boleh pegang buku”, Masduqie muda matur kepada pak kyai.
Seketika itu pak kyai menanggapinya dengan marah-marah,” yang bikin kamu lulus itu gurumu? Apa bapakmu? Apa mbahmu?”
Pada hakikatnya Allah yai,” jawab kyai masduqie
“Lha iya gitu!” timpal pak kyai
“Lalu bagaimana syariatnya yai?” tanya Masdqie muda lagi.
“Tiap hari, kamu harus baca shalawat yang banyak” jawab kyai lagi.
Masduqie muda kembali bertanya,” banyak itu berapa yai?
Pak kyai-pun menjawab,” ya paling sedikit seribu, habis baca 1000 shalawat, minta dengan berkat shalawat yang saya baca, saya minta lulus ujian dengan nilai bagus.
Ya sudah, Masduqie muda tidak berani pegang kitab maupun buku, karena memang ingin sembuh. Paman beliau berkata marah-marah,” bagaimana kamu ini? dari jepara ke sini, kamu kok nggak belajar?” Masduqie muda tidak berani komentar apa-apa. Pokoknya karena beliau dilarang kyai untuk pegang kitab atau buku, beliau nurut saja.
Menjelang beliau ujian, pelajaran bahasa jerman, bukunya ternyata diganti oleh gurunya dengan buku yang baru. Karena masing dilarang pegang buku, maka beliau tetap taat pada kyai.
Setelah ujian, Masduqie muda dipanggil guru bahasa jerman.

Pak Guru: kamu her”
Masduqie muda: Berapa nilai saya pak?

Pak Guru: Tiga!
Masduqie muda: Iya pak. Kapan pak?

Pak Guru: Seminggu lagi
Namun setelah seminggu, Masduqie muda tidak langsung mendatangi guru bahasa jerman, karena larangan pegang buku belum selesai.
Baru setelah selesai, Masduqie muda mendatangi pak guru.
Masduqie muda: Pak, saya minta ujian pak.
Pak Guru: Ujian apa?

Masduqie muda: Ya ujian bahasa jerman pak.
Pak Guru: Lha kamu bodoh apa?

Masduqie muda: Lho kenapa pak?
Pak Guru: Nilai delapan kok minta ujian lagi, kamu itu minta nilau berapa?

Masduqie muda: Lho, ya sudah pak, barang kali bisa nilau sepuluh.
Jadi angka 3, karena shalawat, mingkem menjadi angak 8. Setelah itulah, beliau tidak pernah meninggalkan baca shalawat. Itu satu pengalaman shalawat KH. Masduqie Mahfudz saat muda
*******************
Pengalaman shalawat beliau lagi, yakni ketika beliau harus dinas di Tarakan, Kalimantan Timur. Pada suatu hari, ada tamu jam 5 sore, dan bilang ke Kyai Masduqie,” saya disuruh oleh ibu, disuruh minta air tawar.” Kyai Masduqie mengaku bahwa saat itu beliau masih bodoh. Maka seketika itu beliau menjawab,”ya silahkan ambil saja, air tawar kan banyak itu di ledeng-ledeng itu.”
“Bukan itu pak, air tawar yang dibacakan doa-doa yang buat orang sakit itu pak”, si tamu berkata pada Kyai Masduqie. Beliaupun menjawab,” Ooo, kalau itu ya tidak bisa sekarang. Ambilnya harus besok habis sholat shubuh persis.”
Beliau menjawab begitu, karena beliau mau tanya istri beliau dulu perihal abah istri beliau yang sering nyuwuk-nyuwuk dan tanya doanya. Ternyata istri beliau tidak tau tentang doa yang dibaca abahnya di rumah.
Padahal Kyai Masduqie sudah janji. Kebetulan, habis isya waktunya beliau harus wiridan membaca dalail, beliau menemukan hadits tentang shalawat. Inti hadits tersebut kurang lebih,” siapa yang baca shalawat sekali, Allah kasih rahmat sepuluh. Baca shalawat sepuluh, Allah kasih rahmat seratus. Baca shalawat seratus, Allah kasih rahmat seribu. Tidak ada orang yang baca shalawat seribu, kecuali Allah mengabulakn permintaanya.
Ketemulah hadits tersebut sebagai jawabnnya. Lalu belaiupun bangun malam hari, ambil air wudhu. Ambil air segelas, lalu membaca shalawat seribu kali. Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Muhammad. Setelah beliau selesai membaca seribu shalawat, beliau berdoa,” Allahumaj’al hadzal ma’ dawa an liman syarabahu min jami’il amrodh”. Arti doa tersebut,” ya allah, jadikanlah air ini sebagai obat dari segalai penyakita bagi peminumnya”. Lalu meniupkan ke air gelas dan baca shalawat satu kali lagi. Di pagi hari, diberikanlah air tersebut kepada orang yang memintanya tadi itu.
Setelah tiga hari, ada berita dari orang tersebut bahwa orang yang kena penyakit meminum air doa tadi itu sudah sembuh. Padahal sakitnya itu sudah empat bulan tidak sembuh. Dokternya sudah tidak sanggup menangani. Dokter telah menyarankan untuk mencari obat di luar. Lalu katanya Kyai Masduqie itu selama tiga hari mengelus-elus perutnya. Masa ngelus-ngelus perut? Padahal kan yang kena penyakit itukan perempuan. Selain itu, padahal Kyai Masduqie selama tiga hari di rumah saja. Berkat shalawat, penyakinya, sembuh.
Sejak itulah, di tempat Kalimantan timur itu, terkenal ada guru agama yang pinter nyuwuk. Ya Kyai Masduqie itu. Sampai penyakit apa saja, datang ke rumah beliau. Kalau tidak beliau bacakan shalawat, ya istri beliau mengambilkan air jeding, karena sudah dipakai untuk wudhu. Ya sembuh juga penyakitnya. Inilah pengalaman shalawat Kyai Masduqie ketika dinas di Kalimantan.
Suatu ketika, beliau harus ke Samarinda naik kapal milik pribadi Gubernur Bapak Aji Pangeran Tenggung Pranoto. Di tengah-tengah perjalanan laut, di Tanjung Makaliat kapalnya kena angin puting beliung. Maka goyang-goyanglah kapalnya. Kyai Masduqie sadar, wudhu, lalu naik ke atas kapal. Beliau ajak adzan malaikat yang penyebul angin itu. Lalu berhentilah angin tersebut. Itu pengalaman sholawat Kyai Masduqie.
Kalau ada penyakitnya aneh-aneh, datang ke Mergosono, insya Allah saya bacakan sholawat seribu kali, kalau ndak mempan sepuluh ribu kali, insya Allah qabul,” kata Kyai Masduqie saat pengajian di Majlis Riyadul Jannah.
“Berkat sholawat Nabi, sampean tahu sekarang, saya bangun pondok sampai tingkat tiga, nggak pernah minta sokongan dana masyarakat, mengeedarkan edaran, nggak pernah. Modalnya hanya sholawat saja. Uang yang datang ya ada juga, tapi nggak habis-habis. Itu berkat sholawat.” Lanjut Kyai Masduqie dalam pengajiannya.
Putra beliau Sembilan orang bisa membaca kitab semua, bisa sarjana semua. Modalnya itu adalah sholawat Nabi. Kalau putra beliau ada yang mau ujian, disamping putranya juga disuruh baca sholawat, beliau juga membacakan sholawat untuk kelancaran dan kesuksesan putranya yang mau ujian itu. 
Kyai Masduqie dawuh,” berkat sholawat Nabi SAW, semua yang saya inginkan belum ada yang tidak dituruti oleh Allah. Belum ada permintaan yang tidak dituruti berkat sholawat Nabi itu. Semua permintaan saya terpenuhi berkat sholawat”.

Shollu ‘alan Nabi Muhammad!!!
Allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Muhammad.
______________________________

Oleh: Indirijal Lutofa

(Telah dimuat di Buletin Nuha. Ditulis berdasarkan pengajian KH. Achmad Masduqie Mahfudz di Majlis Ritadlul Jannah)

Mbah Sapar

Simbah Kyai Syamsul Millati adalah santri tertua PP. Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap. Beliau berasal dari Prembun Kebumen.  Pernah saya tanyakan ke beliau terkait beliau lahir tahun berapa dan umurnya, beliau menjawab sudah tidak ingat. Beliau nyantri di Al-Ihya sejak masa kepengasuhan muassis pondok, KH. Badawi Hanafi selama beberapa tahun saat itu. Setelah di Al-Ihya, beliau sempat juga nyantri di Watucongol Magelang asuhan Syaikh Dalhar.

Setelah beberapa tahun di Watucongol, beliau entah kembali langsung Al-Ihya atau menikah dulu. Saya kurang tahu terkait itu. Beliau pernah menikah, tapi karena alasan apa, beliau bercerai dengan istri. Yang jelas saat itu, beliau kembali lagi ke Al-Ihya dalam waktu dimana KH. Badawi Hanafi sudah wafat. Kepengasuhan sudah diambil oleh KH. Muchson, KH. Achmad Mustolih Badawi, dan KH. Chasbullah Badawi. Sejak itulah beliau mengabdikan diri di pondok.

Syamsul Millati adalah nama asli beliau. Namun beliau lebih dikenal dengan Mbah Sapar (safar). Menurut ngendikan beliau sendiri, nama julukan yang diberikan oleh KH. Achmad Mustolih Badawi. Safar artinya bepergian. Karena beliau sering bepergian untuk memebrikan pengajian itulah yang menjadikan KH. Mustolih menjulukinya seperti itu.

Saya, Afif Hidayat, dan Amri Yusuf dulu sering diajak nderek-aken pengajian-pengajian beliau di majlis-majlim taklim yasinan sekitar kesugihan. Tentu ini menjadi sesuatu kenangan tersendiri bagi kami.

Mencoba mengingat-ingat tentang isi pengajian beliau yang hamper selalu sama dalam setiap pengajiannya. Mungkin karena sudah sangat lama, jadi nggak begitu ingat. Hehe. Mungkin Mas Afif dan Mas Yusuf ingat? Ora juga yaa? Hehe.

“Memberikan kebahagian di hati orang mukmin adalah satu bentuk sodaqoh”

“Kalau ada orang lain berkunjung ke rumah, usahan berikan jamuan walau sekedar air putih”

“Ketika tamu yang dijamu, hendaknya ia memakannya, karena yang ia makan akan menjadi saksi besok di akhirat”

Tiga rangkain wejangan tersebut pasti beliau sampaikan dalam setiap pengajiannya. Itu yang lisanul maqol, kalau yang lisanul khal pasti lah lebih banyak. Beliau pasti bangun di tiap malamnya itu lisanaul khal yang tampak sekali. Beliau juga seorang sosok pecinta habaib. Bahwa setiap tempo waktu tertentu, kerabat beliau menjenguk ke pondok dan memberikan uang dalam jumlah banyak untuk beliau. Tak pernah beliau menggunakan uang itu untuk beli ini dan beli itu. Pasti uang tersebut beliau bisayarohkan untuk hababib dan atau para santri.

Dulu beliau pernah usaha dagang di pasar kliwon Kesugihan Cilacap. Tapi beliau tidak sukses dalam bisnis tersebut, karena beliau terlalu murah hati. Setiap ada pembeli yang menawar dengan harga yang sangat rendah dan di bawah harga kulakan, Mbah Sapar merasa kasihan dan diberikanlah dagangannya dengan harga tadi itu. Begitu juga ketika ada pembeli yang mau membeli barang, tapi tidak mempunyai uang, maka Mbah Sapar memberikannya dengan menghutangkannya. Padahal beliau tidak mengenal siapa pembeli tadi. Dan bahkan beliau berikan dagangannya kepada pembeli yang tidak punya uang tadi dengan hanya Cuma-Cuma, alias gratis. Kerena apa? Ya karena kasihan.

Di kalangan santri, beliau juga dikenal ketedanan tawaduknya. Sering beliau ketika berjabat tangan dengan santri-santri yang jelas umurnya 50 tahun lebih di bawah beliau, justru beliaulah yang mencium tangan santri itu.

Pada saat hormat haul kemarin (2-6 april 2016), alhmadulillah masih bisa berkesempatan bertemu, berjabat tangan, dan menayakan kabar beliau. Saya bertanya saat kemarin itu ,” ngapunten mbah, masih ingat saya nggak?”. “Sinten nggeh”, beliau menjawab dengan pertanyaan. Saya kembali menjawab,”kulo Rijal mbah, yang dulu sering nderek njenengan”. Beliau menjawab,” ngapunten, empun kesupen”. Ternyata beliau sudah tidak ingat saya. Hhehe.

Saat haul kemarin pula, saya masih berkesempatan untuk mengambilkan air minum yang beliau minta. Dan ternyata itu pertemuan terakhir dengan beliau. 12 april bertepatan dengan 2 rajab kemarin, santri tertua dengan lama nyantri 60 tahunan itu telah kembali kepada Kekasihnya. Selamat jalan Mbah. Surga menjadi tempat bagimu.
Lahul fatihah. 
___________________________

Oleh: Indirijal Lutofa


Jumat, 15 April 2016

Ngalap Berkah Celana Dalam Kyai



Akhir tahun 2011, PCNU Kabupaten Cilacap mengadakan acara pendidikan khsusus tentang Aswaja dan ke-NU-an. Sebuah acara yang diperuntukan untuk para ustadz/ah dan kyai se-Cilacap. Dengan materi penguatan dalil-dalil amaliah NU yang sering dianggap takhayul, bid'ah, khurofat, dan syirik oleh kaum Wahhabi. Acara bertempat di PP. Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan-Cilacap, pondok dimana saya belajar saat itu.
Segenap santri ditugaskan ditugaskan untuk melayani para peserta. Alhamdulillah saya juga bisa mengikuti acara tersebut, walaupun tidak full. Adapun pematerinya adalah KH. Marzuqi Mustamar, yang saat itu menjabat sebagai Ketum Tanfizdiyah PCNU Kota Malang. Begitu runtut dan jelas materi yang beliau sampaikan. Kitab karya beliau "Al-Muqtathofat Li Ahlil Bidayat" menjadi panduan dalam tersebut. Dua hari, khatam kitab tersebut.
Tawassul dan tabarruk termasuk materi pokok dalam acara tersebut. Saat KH. Marzuqi Mustamar menjelaskan tentang tabarruk (ngalap berkah) beliau mencontohkan kisahnya sendiri tentang tabarruk, beliau pernah ditawari sarung oleh gurunya, KH. Ach, Masduqi Mahfuzd," Marzuqi, ini ada sarung dua, yang satu baru dan yang satu bekasku, pilih yang mana? Lalu Kyai Marzuqi menjawab," pilih dua-duanya kyai, yang bekas saya ngalap berkahnya dan yang baru tak pakai buat lebaran". Itu yang dicontohkan sebagai bentuk tabarruk kepada Kyai Masduqi selaku gurunya yang alim dan sholih.
Ada kisah lain yang KH. Marzuqi Mustamar contohkan sebagai tabarruk pada saat acara itu. Al-kisah, namun saya lupa terkait nama-nama yang ada dalam kisah ini, dimana kisah ini terjadi, dan kapan waktunya, saya lupa semua. Walau lupa atas semua, tapi saya pastikan bahwa KH. sempat mengkisahkan kisah tersebut.
Gambaran kisahnya ialah, jadi al-kisah, sebut saja Kyai Zaid mempunyai santri yang bernama Amr. Amr dulu pernah mesantren di pondok Kyai Zaid. Amr sudah boyong, beristri dan punya beberapa anak, ia bertemapat tinggal di daerahnya sendiri.
Nah, suatu ketika Kyai Zaid itu berpergian ke daerah dimana Amr tinggal untuk memberikan mau'idzoh khasanah. Selesai acara mau'izdoh, Kyai ingin berkunjung ke rumah Amr sebagai salah satu almuni pondoknya. Kunjungannya tak sekedar shilaturrahmi, namun juga untuk mandi dan sebagainya di rumah Amr.
Mandilah Kyai Zaid di rumah Amr. Selesai mandi, makan sebentar. Setelah itu Kyai Zaid pun pulang. Lalu Amr menemukan celana dalam Kyai Zaid yang tertinggal di kamar mandi yang oleh Kyai Zaid tadi digunakan untuk mandi. Melihat celana dalam yang tertinggal tersebut, Amr langsung mengambil ember dengan diisi dengan air dan direndamalah celana dalam Kyai ke dalam ember. Lalu seluruh anak-anaknya dipanggil untuk meminum air hasil rendaman celana dalam tadi yang dianggapnya oleh Amr mengandung berkah Sang Kyai selaku gurunya.
Berkah,berkah.

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada November 2016

MACAM-MACAM SANTRI



Macem-macemnya santri di pondok, ada yang sangat rajin mengikuti seluruh kegiatan di pondok, semua kegiatan, baik wajib maupun sunnah. Itu yang ideal. Namun, ada pula yang hanya sangat rajin mengikuti pengajian pengajian saja dan tidak begitu suka kegiatan yang lain, roan males, jamaah males. Pokoknya satu jenis santri hanya semangat untuk ngaji, entah ngajinya bisa apa nggak, yang penting ngaji. Itu prinsipnya. 


Ada pula jenis santri yang sangat malas untuk ngaji, malas belajar, tapi sangat rajin sekali wiridan, tenguk-tenguk di depan maqbaroh, suka puasa, dan macam-macam tirakat lainnya. Ada juga jenis santri yang malas dan tidak suka ikut seluruh kegiatan, namun jika diajak untuk kerja bakti atau hal-hal yang membutuhkan tenaga fisik, maka ia sangat bersemangat sekali. 



Selain diatas, juga ada jenis santri yang males semuanya, males ngaji, males tirakat, males roan, males jamaah. Tapi santri ini punya semangat luar biasa untuk muthola'ah kitab dan baca-baca sendiri di luar kegiatan wajib, dan ia pintar, bahkan lebih pintar dari pada santri lainnya. Sing penting bisa, itu prinsipnya. Yang paling baik yang mana? Entah mana yang paling baik, mari berdoa untuk para santri dengan macam-macamnya itu, semoga Alloh senantiasa memberikan barakah dan manfaat terhadap apa yang dilakukan oleh para santri. Amin.



Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada November 2016

Romo Chas Berbicara Tentang Syaikh Ihsan Jampes




Adalah Ahmed. Ia Mahasiswa UIN Malang asal negara Sudan. Sebagai orang arab, tentu ia ngobrol dengan bahasa arab. Saat kecil juga pastinya kalau nangis merengeknya juga bahasa arab. Kalau marah juga berhasa arab. Mungkin dia kalau masuk kampung di Kebumen, ia marah-marah di pasar dikira ia sedang ceramah dengan dalil dan atau berdoa. Orang arab tentu ngomongnya arab. Tapi tidak semua orang arab bisa memahami kitab-kitab bahasa arab. Ketika seorang teman menyodorkan kitab Rowa'iul Bayan karya Syekh Ali Ash-Shobuni, Ahmed menyatakan kalau ia tidak bisa membaca dan memahami kitab itu. 


Saat pembukaan pengajian ramadhan PP. Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap 2009, Romo Kyai Chasbullah Badawi mengatakan tentang gurunya, yakni Syekh Ihsan Jampes, kurang lebih beliau mengatakan," banyak sekali kyai pondok pesantren itu memang tidak bisa berbicara dengan bahasa arab, tapi dalam memahami kitab-kitab bahasa sangat mahir. Guru saya, Syekh Ihsan Jampes itu juga tidak begitu bisa berbicara dengan bahasa arab yang fasih, tapi beliau memiliki karya kitab berbahasa yang dijadikan rujukan wajib di arab sana, di kampus Al-Azhar Kairo, yakni Kitab Sirojut Tholibin".

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 26 Maret 2016

Dalam Rangka Haul ke-57 KH. Ach. Badawi Hanafi: Keteladanan Hubungan Guru-Murid


Gambaran sempurna tentang bagaimana seharusnya hubungan antara guru dan murid dapat dilihat melalui hubungan sosok santri Mbah Badawi Hanafi dan guru beliau, Syeikh Khozin Bendo Pare Keidiri. Mbah Badawi sangat menghormati Syaikh Khozin dan Syaikh Khozin sangat menyayangi sosok santri Mbah Badawi. 


Mbah Badawi nyantri di Bendo Pare selama 20 tahun. Selama itu beliau ngaji Ihya 'Ulumiddin, karya Imam Ghozaly hatam 7 kali dengan selalu hadir terus. Beliau tidak pernah absen ngaji Ihya yang hatam 7 kali itu kepada Syaikh Khozin. Pernah suatu hari di Pondok Bendo, sewaktu beliau mengaji kitab Ihya 'Ulumiddin, dalam kondisi sakit yang cukup parah, beliau memaksakan diri untuk tetap mengaji dengan minta digotong pada teman-temannya ketempat pengajian. Melihat hal itu, KH. Khozin sangat iba, sehingga akhirnya beliau meliburkan pengajian sampai sakitnya sembuh. Dalam mengaji Bandungan kitab tersebut, tidak ada satupun korasan (lembaran-lembaran kitab) yang terlewatkan, Mbah badawi sedang sakit. Murid menghormati guru dan guru menyayangi murid. 

Mbah Badawi sering membantu mencucikan baju dan menyiapkan air untuk mandi Syaikh Khozin. Kiai Baidawi juga setiap hari mengisi kulah-kulah (kamar mandi) yang ada di dalem gurunya. 

Syaikh Khozin mengakui kema’rifatan sosok santri Badawi saait itu. Ketika adik Syaikh Khozin (Syaikh dahlan jampes/ ayah syaikh Ihsan jampes) mempamerkan santrinya yang sangat mahir ilmu falak, Syaikh Khazin Bendo memuji dengan berkata, “Aku due santri seng wawuh karo gusti Allah, ora kur ngerti.” (aku punya santri yang kenal dengan Allah, tidak hanya sekedar tahu). Sosok santri tersebut adalah Mbah Badawi Hanafi.

Setelah KH. Badawi Hanafi belajar di Pondok Pesantren ini selama kurang lebih 20 tahun lamanya, yaitu sampai tahun 1921, Syekh Khozin memerintahkan beliau untuk pulang berdakwah dimasyarakat. Waktu beliau akan pulang, Syekh Khozin mengantarkannya sampai kestasiun. Hal ini tidak lain karena beliau adalah santri kesayangannya.
_______________________

Diutak-atik dari buku tentang Biografi KH. Badawi Hanafi
Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 2 April 2016

Romo Chas dan Momon




Karena mungkin terlalu mbeling dan berhari-hari tidak mengikuti ngaji Quran ba’da shubuh, satu bulanan yang lalu dipanggil oleh Gus Syihab. Beliau bertanya dan member wejangan,” dimana saja kamu nggak pernah ngaji? Tidur? Ba’da shubuh itu jangan tidur! Itu kebiasaan buruk! Tidak ada kyai-kyai kita yang mempunyai kebiasaan tidur setelah shubuh. Tidak ada!”


Senada dengan itu, tentang Romo KH. Chasbullah Badawi (Pengasuh PP. Al-Ihya Ulumaddin Cilacap dan salah seorang Mustasyar PBNU). Pernah ditanyakan kepada seorang abdi ndalem beliau tentang beliau, si abdi ndalem menjawab,” Romo Chas (sebutan untuk KH. Chasbullah Badawi) itu pasti bangun jam 3-an malam, langsung mandi, lalu sholat, dzikir dan berdoa sampai shubuh. Setelah shubuh, beliau tidak pernah yang namanya tidur. Tidak pernah beliau tidur setelah shubuh walaupun dalam keadaan capek. Dan tidak tidur setelah shubuh itu yang menjadikan beliau sehat tetap bugar dan kuat walaupun sudah sepuh“

Adalah Momon, si santri baru asal Garut Jawa Barat. Belum genap sebulan nyantri PP. Al-Ihya Ulumaddin, ia masuk waktu pertengahan bulan sya’ban. Salah satu kebiasaan di PP. Al-Ihya di malam nishfu sya’ban adalah menuanaikan sholat yang disebut dengan sholat khoir, 100 roka’at dan setiap rokaat membaca surat al-ikhlas 10 kali. 

Tidak banyak santri Al-Ihya yang mampu mengkuti sholat khoir tersebut dengan full. Nah Momon si santri baru malah justru mampu mengikuti sholat khoir dengan full 100 rokaat. Setelah selesai sholat, ia berkata kepada temannya,” aku malu kalau nggak bisa menyelesaikan sholat tadi. Padahal aku masih muda. Romo Chas yang sudah sepuh begitu saja kuat mengimami sholat sampai selesai. Malu aku.”

Semoga Allah memanjangkan umur Romo Kyai Chasbullah Badawi dalam keadaan sehat wal afiat. Amin.

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 23 Maret 2016

Silaturrahmi ke Bang Radial


Silaturrahmi. Tadi siang, berkesempatan untuk kedua kalinya bersilaturrahim ke seorang yang sama-sama sealmamater PP. Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap yang tinggal di Bululawang Malang, Bang Radial. Di Malang, beliau mengajar di PP. An-Nur Bululawang.Bang Radial berkisah bahwa Alm. KH. Achmad Mustholih Badawi (Romo Mus) itu dulu adalah santri PPAI Ketapang Malang, asuhan Romo KH. Said. Romo Yai Said itu terkenal kewaliannya. 


Jadi PPAI dijadikan nama di Pondok Kesugihan yang sekarang bernama PP. Al-Ihya Ulumaddin itu asal-usulnya ya dari PPAI Ketapang Malang ini. Kalau Romo Mus mondok kok ketahuan beliau itu seorang gus, maka beliau pindah pondok. Dan di PPAI Ketapang inilah, Romo Mus menimba ilmu selama tiga tahun, waktu paling lama bila dibandingkan dengan waktu mondok beliau di pondok lain. Karena di pondok inilah beliau benar-benar ta’allum, kalau di pondok lain itu mungkin sekedar tabarrukan saja dan atau ketahuan gus. Oh ternyata. Di PPAI Ketapang situ.. Begitu kira-kira kisah Bang Radial. Baru tahu enyong.

Bang Radial menambahkan,” dulu saat Romo Mus mondok itu kok ketemu perempuan, beliau itu lari menyesali atas apa yang dilihat, kalau melihat orang bergandengan pacaran beliau lari sambil menangis atas pemandangan itu. Bukannya malah melotot melihat si perempuan, tapi beliau lari”.

Tettttttttttt. 

Romo Mus adalah pengasuh PP. Al-Ihya Ulumaddin Kesugihan Cilacap sebelum Romo Kyai Chasbullah. Selama hidupnya, beliau pernah menjabat sebagai salah seorang Rais Syuriah PBNU pada masa KH. Ilyas Rukhiyat menjabat sebagai Rais Amm PBNU dan Gus Dur sebagai Ketum PBNU. 

Sssstttttttttttttttttt. 

Dan tadi siang juga di rumah Bang Radial, saya telah memakan sesuatu yang belum pernah saya makan semenjak saja keluar dari rahim perempuan tercantik sedunia ini. Apa itu? Makan duren. Pertama kali makan duren ya tadi. Wekkk. Uuraaa wenaaak. Mlbegedek.

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 25 Maret 2016

Ngalap Berkah Kopine Pak Kyai dan Upile Afif-Indi


Tadi pagi, saya disuruh Ibens Unsi Liqo Sunni untuk njepret kopi sisa Romo Kyai Chasbullah Badawi dan memberi kata-kata tentang hasil jepretannya. Sing jelas yang bisa dikait-kaitkan dengan hasil jepretannya ya pembahasan tentang ngalap berkah atsarnya orang sholeh. 


Srettttt. 

Imam Syafi’I pernah ngalap berkah air rendaman pakaian muridnya, Imam Ahmad bin Hambal. Gus Syuhud pernah juga menceritakan sosok santri yang suka ngalap berkah sisa makanan kyainya. Santri tersebut berpesan dan meminta kepada santriabdi ndalem kyai untuk tidak membuang sisa makanannya dan memberikan kepadanya untuk tabarrukan dengan memakannya.

Gus Syuhud juga pernah bercerita tentang sosok santri yang suka ngalap berkah air rendaman pakaian pak kyai dengan menggunakan air rendaman tersebut untuk mencuci pakainnya sendiri. Kyai Marzuqi pernah juga bercerita tentang sosok santri yang ngalap berkah celana dalam pak kyai yang tertinggal di rumah santri tersebut. Ia merendam celana dalam pak kyainya ke air, lalu diminumlah air rendaman tersebut untuk anak-anaknya.

Tetttt. Tetttt. 

Fiksi temenan. Suatu hari seorang santri baru saja bertugas menjadi pelayan konsumsi dalam acara di pesantrennya. Sebut saja santri tersebut bernama Indirijal Lutofa (bukan nama sebenrnya), biasa dipanggil Indi. Ia bertugas bersama satu orang temannya, sebut saja namanya Afif Rewo-Rewo. Di kamar, ada beberapa temannya, sebut saja namanya Arif Qting, BEHAqi, Ibnu Naum, dan Choerun Minannaum (semuanya bukan nama sebenarnya.

Jrenggg. Jrenggg. 

Setelah menyelasaikan tugasnya Indi dan Afif tentu kembali kamarnya. Meraka berdua kembali ke kamar dengan membawa satu gelas besar berisi kopi sisa dari 3 gelas kecil yang sebelumnya diminum 3 pak kyai. Sebelum menuju kamar, mereka berkeinginan ngerjain teman-temannya di kamar dengan memasukan upil ke dalam gelas besar yang berisi kopi sisa pak kyai supaya diminum teman-temannya. 

Tootettt. Toetttt.

Sampailah Indi dan Afif di kamar. Ternyata teman-temannya lagi pada ngrokok di kamar. 

“Asssalamu’alaikum”, Indi dan Afif mengucapkan salam ketika masuk kamar.

“Wa’alaikum salam” jawab salam dari Qting, Ibnu Naum, dan Choerun Minannaum. BEHAqi tidak menjawab.

“Nek ana wong salam kue dijawab behhhh, ndisiti aweh salam kue sunnah, tapi njawab salam kuee wajib”, tegur Afif dengan gaya Ngustadz kepada BEHAqi yang tidak menjawab salam.

“Wa’alaikum salam!!!” BEHAqi akhirnya menjawab salam dengan membentak tapi cekikikan.

“ Hahahha”, semuanya cekakan. 

“ Shollu ‘alan Nabi Muhmmad!!!”, BEHAqi tiba-tiba berseru.

“Allahumma sholli ‘alaih”, Qting, Indi, Afif, dan Choerun Minannaum bersholawat karena mendengar nama nabi. Ibnu Naum tidak bersholawat.

“Nek disebut jenenge nabi, kue sholawat nu ibnuuuuu, koe mbok vokalis sholawat, nek ora , kue bakhil, bakhil!!!”, tegur BEHAqi dengan gaya Ngustadz kepada Ibnu Naum yang tidak ikut bersholawat. 

“Allahumma sholli ‘alaih!!!”, Ibnu akhirnya bersholawat dengan membentak tapi cekikikan juga.

“ Hahahha”, semuanya cekakan kembali.

“Kiye agi pada ngapa koh?” tanya Afif.

“ Deneng pada udud-udud, tapi ora ana kopine, melas temen!!!”, Indi meneruskan kata-kata Afif.

“Kieee ngopi, ngopi, kopi sisa Romone, Guse, karo kyai tamu mau, ngopi, ngopi. Seneng mbok aku nggawa kopi?”, Afif menawarkan kopi yang sudah dikasih upilnya dan Indi supaya di minum teman-teman.

“Seneng lah” jawab Ibnu Qting dengan nada datar.

“ Cinta ora?”, Indi-pun bertanya.

“Cinta lah, tapi ora meng koe ndii,cintaku hanya buat Afif”, jawaban Qting semakin menghidupkan guyonan cinta.

“ I love yo toooo ting Qting,” Afif menjawab guyonan cinta Qting.

“Kekekke” semuanya semakin cekekekan.

“ Wis lah. Aja pada kekehen cing-cong karo ngumpruk. Wos pada ngumbe kopine kiyee. Tulih enak,” Choerun Minannaum nyeletuk.

Arif Qting, BEHAqi, Ibnu Naum, dan Choerun Minannaum meminum kopi secara join dan bergantian. Sedangakan Afif dan Indi hanya cekekekan melilhat teman-temannya itu. Cekekakan karena puas juga melihat teman-temannya meminum kopi sisi pak kyai tapi sudah dioplos denga upil mereka berdua. Melihat Afif dan Indi cekekekan, Ibnu bertanya. 

Ibnu Naum: Ngapa koh? Deneng koe ngguya-nggyu fif,, ndii?
Afif: Ora-ora, ora ngapa-ngapa
Indi: Kopine kyai tulih berkah bingittt. 

Afif dan Indi masih cekekekan, sehingga teman-teman yang lain ikut bertanya. 

BEHAqi: Apa kie anu udu kopine kyai?apa nggone wong gemblung kae?

Afif: Kopine kyai lah, yakin golokin 

Qting: Sumpah? ??

Indi: Sumpah!!!

Choerun: Demi??

Indi: Demi masa dan demi Sang Pengatur Masa.

Afif: Temenan yakin kue kopine romone, tapiiii,,,,

Ibnu: Tapi apa?

Afif: Haha, tapi mau tek sogi upilku karo upile Indi sing kenyal kaee, haha

Qting: Asyemmmm koeee!!!

Indi: Tulih tetep berkah.

Ibnu: Berkah apane???

Afif:Berkahe dobellll.

Choerun: Dobel kepriwe?

Afif: Siji ulih berkah sekang kopine pak kyai

Indi: Loro???

Afif: Loro koe ulih berkah sekang upilku karo upile Indi. Hhaha. 

Anggap saja Afif Rewo-Rewo kue Afif Ạẏạtẓ, Arif Qting kue Kang Arief, BEHAqi kue Vijay Alghozali Part II, Ibnu Naum kue Ibens Unsi Liqo, dan Choerun Minannaum kue Choerul Anam. Anggep bae kaya kuee. Hhehe.

Oleh: Indirijal Lutofa melalui akun facebook-nya pada 7 April 2016